share your destination!

Lokananta: Ground Zero Musik Indonesia




Jumat (2/11) lalu, dengan kereta Prameks dari Jogja, saya berhenti di stasiun Purwosari, Solo. Dari stasiun Purwosari hanya dibutuhkan berjalan kaki yang tidak lebih 1KM untuk sampai ke Lokananta, tempat ziarah musik Indonesia. Sesampainya di muka bangunan, ada seorang pegawai yang bersedia mengantar saya berkeliling bangunan tua itu.
Lokananta beralamat di Jl. Jend. Ahmad Yani no. 39, Surakarta. Lokananta yang berasal dari bahasa Sansekerta, berarti gamelan khayangan yang berbunyi tanpa ditabuh, adalah perusahaan musik pertama di Indonesia yang didirikan pada 29 Oktober 1956. Lokananta bertugas memproduksi piringan hitam bahan siaran Radio Republik Indonesia di seluruh Indonesia. Sekarang Lokananta ada di bawah naungan Perusahaan Umum Percetakan Negara.
Ruangan pertama yang saya kunjungi adalah ruangan museum. Di sana terdapat amplifier, mixer kuno dari tahun 1960-an, microphone, dan pemutar piringan hitam tahun 1970. Barang-barang yang dipajang terlihat bersih. Entah memang memiliki perawatan khusus atau kebetulan saja karena mengingat beberapa hari yang lalu memang sedang acara di Lokananta.





Kemudian saya diantar ke ruang penyimpanan piringan hitam. Ada ribuan piringan hitam di ruangan itu. Kebanyakan piringan hitam yang ada di Lokananta adalah musik daerah. Ada juga piringan hitam dari musisi terkenal seperti Gesang dan Waljinah. Selain itu, di Lokananta juga terdapat piringan hitam pidato Bung Karno dan lagu Indonesia Raya. Bahkan piringan hitam yang berisi surat-surat di Al-Qur’an pun ada di sana. Sayangnya, penyimpanan piringan hitam yang berharga itu seperti seadanya saja. Kondisi suhu dalam ruangan penyimpanan tidak dijaga. “Seharusnya sih pake AC. Tapi karena dananya nggak ada, jadi ya seadanya gitu. Pintunya dibuka terus dikasih bubuk kopi saja.”, tutur si pegawai.





Lokananta sendiri kini sudah tidak memproduksi piringan hitam dikarenakan alat pencetak piringan hitam sudah tidak bisa lagi dioperasikan. Tapi untuk produksi rilisan fisik semacam CD dan kaset, Lokananta masih menyanggupi. Koleksi CD dan kasetnya pun dijual di sana. Beberapa piringan hitam yang persediannya masih banyak juga bisa dibeli.



Ruangan selanjutnya adalah ruang rekaman. Di sana saya bertemu dengan sound engineer Lokananta, yaitu mas Andi. Beliau banyak menjelaskan tentang sejarah Lokananta sampai tarif sewa ruang rekaman. Pembawaannya yang santai dan humoris, membuat saya betah berlama-lama di ruangan itu. Beliau bilang kalau ruang rekaman Lokananta itu paling besar se-Indonesia. “Kalau bosen pas lagi rekaman, bisa main badminton dulu di sini.”, ujar mas Andi sambil tertawa. Mas Andi juga menjelaskan cekungan dan papan berbentuk persegi di atas dan samping ruangan bukan tanpa tujuan. “Itu bukan buat sisi artistik, tapi emang udah ada itung-itungannya buat kepentingan suara rekaman.”, begitu mas Andi menjelaskan. Dengan bangga mas Andi juga bercerita tentang mixer yang ada di Lokananta. Mixer yang ada di Lokananta itu hanya ada dua di dunia, yang satu lagi ada di British Broadcasting Corporation. Mas Andi juga memberikan sedikit bocoran tentang band cutting edge yang sudah dan akan rekaman di Lokananta.



Ruangan terakhir adalah ruangan re-mastering. Di sanalah digitalisasi artefak-artefak milik Lokananta dikerjakan. Hampir semua koleksi Lokananta sudah dibuat versi digitalnya. Master dari rilisan Lokananta sejak tahun 1950-an pun masih disimpan di sana. Master koleksi Lokananta ini disimpan di lemari tua dan dijaga suhunya dengan pendingin ruangan yang tak kalah tuanya.

Ketika pemerintah acuh dengan tempat bersejarah macam Lokananta yang mas Andi bilang sebagai ground zero musik Indonesia, beberapa inisiator mengadakan program untuk menghidupkan kembali Lokananta. Beberapa acara penggalangan dana sudah dilakukan di beberapa kota. Teman-teman bisa sedikit banyak mengetahui tentang usaha membangkitkan kembali Lokananta ini dengan mengecek #SahabatLokananta dan #SaveLokananta di jejaring sosial Twitter. Semoga Lokananta kembali berjaya. Hidup musik Indonesia!


Text and Photo By : 

Partigor Daud Pangeran Sihombing

Twitter        : @daudsihombing
Tumblr      : http://tpobpahc.tumblr.com/
Wordpress  : http://daudsihombing.wordpress.com

0 komentar:

Posting Komentar

 

FIND YOUR DESTINATION

CARI TEMPAT LAINNYA

TRAVEL BLOGGERS

VISIT INDONESIA

BACKPACKER INDONESIA

TRAVELINK

TRAVELINK berawal dari seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang menekuni hobi fotografi sejak awal kuliah dan memutuskan untuk membuat satu wadah untuk berbagi tentang apa yang dia lihat dan alami di tiap jalan-jalannya.
Seiring berjalannya waktu, TRAVELINK melebarkan media melalui twitter @jalanteruus untuk keperluan informasi cepat dan untuk mendapatkan informasi yang lebih kompleks TRAVELINK bertransformasi menjadi open website, dimana semua traveler bisa menulis dan berbagi cerita seru tentang perjalanannya menemukan sebuah destinasi wisata.
-Rahmat Budiman-

TRAVELINK team :